Loading...

Puasa dan Etika Profetis Islam

Diterbitkan pada
21 Maret 2024 08:11 WIB

Baca

Adalah suatu kebanggaan bahwa kaum Muslim terlahir sebagai umat terbaik di antara umat-umat lainnya yang ada di dunia ini. Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 secara tegas menyebutkan bahwa umat ini merupakan umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena tiga hal, yaitu: menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Ayat ini menjelaskan bahwa umat Islam ditakdirkan sebagai umat terbaik (khiaru ummah), mengalahkan Ahli Kitab, karena kebanyakan Ahli Kitab adalah orang-orang fasik. Namun, untuk menjadi umat terbaik ini, ada tiga misi yang diembankan kepada kaum Muslim, yaitu (1) Ta’muruna bi al-ma’ruf; (2) Tanhauna ‘an al-munkar; dan (3) Tu’minuna bi Allah. Ketiga misi ini harus dipikul kaum Muslim agar betul-betul menjadi Khairu Ummah. Kalau ketiga misi ini gagal diemban dan dilaksanakan kaum Muslim, maka otomatis kaum Muslim gagal menjadi Khairu Ummah. Jadi, status Khairu Ummah ini tergantung pada implementasi ketiga misi ini dalam kehidupan sehari-hari.  Menurut Kuntowijoyo, ayat di atas merupakan dasar bagi etika-profetis Islam, yaitu bahwa umat Islam di mana pun berada, memiliki misi kesejarahan, sebagaimana telah diembankan pada kenabian Muhammad. Misi pertama adalah menegakkan dan menebar kebaikan (ta’murun bi al-ma’ruf). Misi ini merupakan bentuk humanisasi Islam. Dalam pandangan Islam, semua manusia terlahir atas dasar fitrah, yaitu fitrah kebaikan, fitrah kesucian. "Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuat ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi." (Hadis dikeluarkan oleh Bukhari, hadis nomor 6599). Dalam Islam tidak ada manusia yang terlahir membawa dosa, apalagi dosa warisan Adam dan Hawa. Islam adalah agama humanis, yang memandang manusia penuh dengan nilai-nilai kebaikan dan kesucian sejak awal kejadiannya. Oleh karena itu, melalui misi pertama ini, kaum Muslim ditugaskan untuk menegakkan dan menebar kebaikan (ta’muruna bi al-ma’ruf), di mana saja berada. Ma’ruf dengan Allah, ma’ruf dengan sesama manusia dan ma’ruf dengan lingkungannya. Yang Ma’ruf itu mencakup seluruh kategori kebaikan. Menegakkan keadilan adalah ma’ruf, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan adalah ma’ruf, membuat jembatan untuk kemaslahatan bersama adalah ma’ruf, memperbaiki jalan yang rusak adalah ma’ruf, bahkan menyingkirkan duri di jalanan sekalipun adalah kategori ma’ruf. Inilah misi pertama Kaum Muslim, Ta’muruna bi al-ma’ruf, melakukan humanisasi, Ngewongke wong, menegakkan dan menebar kebaikan.   

Ilustrasi (Freepik)


Misi kedua kaum Muslim adalah Tanhauna ‘an al-munkar, mencegah kemunkaran. Setelah manusia lahir ke dunia, tak jarang ia dihadapkan pada sentuhan-sentuhan kemunkaran. Munkar adalah apa saja yang dianggap inkar oleh Syara’, yaitu menurut al-Qur’an dan Sunnah. Kemunkaran ini sering kali ada di sekitar kita. Kemunkaran bukan hanya berupa Narkoba atau Miras, yang sering di-sweeping oleh ormas Islam tertentu, terutama pada saat Ramadhan. Kemiskinan adalah kemunkaran, kebodohan adalah kemunkaran, ketidakadilan adalah kemunkaran, ketidakjujuran adalah kemunkaran. Melalui misi kedua ini, umat Islam harus membebaskan diri dari segala jenis kemunkaran. Inilah misi pembebasan Islam, melakukan liberasi terhadap segala kemunkaran. Umat Islam harus bebas dari kemiskinan, kebodohan, kezaliman, dan berbagai jenis kemunkaran lainnya. Kemudian misi ketiga umat Islam adalah Tu’minuna bi Allah, iman kepada Allah. Ada dua pemahaman terkait misi ketiga ini. Pemahaman pertama, segala kema’rufan yang kita lakukan, dan segala kemunkaran yang kita bebaskan, harus berlandaskan iman kepada Allah. Atau dengan kata lain, berbuat yang ma’ruf dan meninggalkan perbuatan munkar, diupayakan harus atas dasar iman kepada Allah. Pemahaman Kedua, segala kema’rufan yang kita lakukan, dan segala kemunkaran yang kita bebaskan, diusahakan agar dapat memperkuat iman kepada Allah. Inilah misi transendensi Islam. Umat Islam harus punya sandaran Iman, dan keimanan ini menjadi kokoh adanya. Dengan demikian, misi ketiga ini merupakan ujung dari perjuangan kaum Muslim: humanisasi yang dilakukan melalui Ta’muruna bi al-ma’ruf, liberasi dengan jalan Tanhauna ‘an al-munkar, dan berujung pada transendensi Islam, yaitu iman kepada Allah.   Kehadiran bulan Ramadhan ke tengah-tengah kita, sesungguhnya merupakan sarana yang strategis bagi kita untuk memperteguh misi etis-profetis kita selaku umat Islam. Kalau kita menghendaki menjadi umat terbaik dengan tiga misi di atas, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi, maka Ramadhan kiranya merupakan momen yang sangat tepat untuk melakukan refleksi dalam rangka khiaru ummah. Bagaimana tidak, puasa Ramadhan telah mendidik kita untuk senantiasa berbuat ma’ruf, baik ma’ruf kepada Allah, ma’ruf kepada sesama, maupun ma’ruf kepada lingkungan sekitar. Selama Ramadhan, kita dilatih untuk menundukkan hawa nafsu. Kita tahan keadaan lapar dan dahaga, kendatipun makanan dan minuman tersedia di hadapan kita. Kita isi setiap malamnya dengan qiyamullail, ruku’ dan sujud di hadapan Allah swt. Kita hadirkan Al-Qur’an setiap hari, agar hati kita tersentuh oleh kesucian wahyu. Bulan Ramadan kita anggap sebagai saat yang tepat untuk melakukan humanisasi. 
Pada saat yang sama, puasa Ramadhan juga mengajarkan kita untuk menghindari dusta, mengumpat, mengadu domba, sumpah palsu, dan berbagai kemunkaran lainnya. Kita bebaskan diri kita dari segala kemunkaran. Intinya, Ramadhan adalah ajang yang tepat untuk kita melakukan liberasi, membebaskan diri kita dari kemunkaran. Ujung dari humanisasi dan liberasi yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini adalah La’allakum tattaqun, agar kita semakin bertakwa kepada Allah. Inilah transendensi. Demikianlah Ramadhan merupakan sarana strategis untuk memperkuat posisi umat Islam sebagai umat terbaik. Mudah-mudahan Ramadhan tahun ini menjadi bukti bahwa kita memang dilahirkan sebagai umat terbaik. Bukan hanya sebagai idealitas Islam pada tingkat konsepsi belaka, tetapi dapat diwujudkan dalam realitas Islam yang sejatinya.

Sumber: https://arina.id/khazanah/ar-myPdn/puasa-dan-etika-profetis-islam