Mengapa Ibadurrahman?
Oleh: Toto Suharto
UIN Raden Mas Said Surakarta, tepat di perayaan Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama Ke-79, yaitu tanggal 3 Januari 2025, secara resmi memfungsionalkan Laboratorium Keagamaan Masjid Ibadurrahman UIN Raden Mas Said Surakarta. Fungsionalisasi laboratorium ini, khususnya Masjid Ibadurrahman, ditandai dengan pelaksanaan Salat Jumat pertama di masjid baru ini. Penandaan ini dilanjutkan dengan potong tumpeng dan doa bersama, dengan harapan, ke depan, laboratorium dan masjidnya dapat dimanfaatkan sivitas akademika untuk kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang pencapaian visi-misi UIN Raden Mas Said Surakarta.
Proyeksi Laboratorium Keagaman UIN Raden Mas Said Surakarta ke depan adalah pemanfaatannya oleh prodi-prodi yang memiliki kaitan, sebagaimana fungsi laboratorium. Di bagian basemen gedung ini terdapat ruang pendidikan yang ke depan bisa digunakan oleh KB/PAUD Insan Kamil UIN Raden Mas Said Surakarta, sehingga Prodi PIAUD UIN Raden Mas Said Surakarta dapat menjadikan ruang pendidikan ini sebagai laboratoriumnya. Di bagian ini pula terdapat ruangan yang dapat diperuntukkan untuk ruang kantin, yang dapat juga menjadi laboratorium bagi prodi-prodi yang memiliki kaitan bisnis, khususnya di FEBI.
Pada sisi lain, karena UIN Raden Mas Said Surakarta juga memiliki prodi IAT, maka Laboratorium Keagamaan ini meniscayakan dapat difungsikan oleh prodi ini untuk melakukan kajian-kajian al-Quran dan tafsir sebagai laboratoriumnya. Demikian juga prodi-prodi keagamaan lainnya, semisal PAI, dapat memanfaatkan laboratorium ini, misallnya untuk praktik pemulasaran jenazah, karena memang laboratorium ini menyediakannya.
Ada pertanyaan menarik, terkait penamaan laboratorum ini, mengapa Laboratorium Keagamaan Masjid Ibadurrahman? Terdapat beberapa alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, alasan hukum-konstitusional. Istilah “Ibadurrahman” bagi UIN Raden Mas Said Surakarta muncul pertama kali sebagai gagasan dari Prof. Usman Abu Bakar yang saat 2017, tepatnya tanggal 7-9 Februari, menyampaikan istilah ini di hadapan Tim Penyusun RIP (Rencana Induk Pengembangan) di Hotel Platinum, Yogyakarta. Berikut bukti screenshoot file RIP 2017:
Selanjutnya, istilah “Ibadurrahman”juga muncul di dalam Statuta UIN Raden Mas Said Surakarta (PMA Nomor 35 Tahun 2021), khususnya pada pasal 5 (a) dan 6 (a), dengan narasi: “Universitas mempunyai tujuan: a. menghasilkan lulusan berdaya saing tinggi, inovatif, dan profesional dalam bidang keislaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni yang berkarakter ibadurrahman”. Serta “Universitas mempunyai sasaran: a. menghasilkan lulusan berkarakter ibadurrahman yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan profesional yang memiliki kedalaman dan keluasan ilmu, serta kemampuan metodologis sesuai dengan bidang keahliannya”. Inilah alasan hukum-konstitusional, mengapa masjid laboratorium keagamaan ini bernama Ibadurrahman.
Kedua, alasan teologis, terkait dengan aspek keislaman, yaitu yang terdapat dalam QS. Al-Furqan (25): 63-76, yang terjemahannya:
“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan: “Salam” (63), dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri (64), dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami, karena sesungguhnya azabnya itu membuat kebinasaan yang kekal” (65). Sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman (66). Dan (termasuk hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar (67), dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat (68), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina (69), kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (70). Dan barang siapa bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya (71). Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya (72), dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta (73), dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa” (74). Mereka itu akan diberi balasan yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam (75). Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman (76)”.
Ketiga, alasan akademik keilmuan. Wahid bin Abi al-Salam Bali dalam buku Fatḥ al-Mannān fī Ṣifāt ‘Ibād al-Raḥmān, buku setebal 155 halaman PDF, menyebutkan 14 karakter ’Ibād al-Raḥmān yang terdapat dalam Surat Al-Furqan ayat 63-75, yaitu:
1. Al-Tawāḍu‘, sebagai lawan sombong, yaitu yang berjalan di muka bumi dengan tenang dan santun, tidak memaksa dan tidak sombong, baik sombong karena memiliki jabatan, harta, kekuatan, pengetahuan, atau kecantikan;
2. Al-Ḥilm, yaitu mampu mengendalikan diri ketika marah, termasuk juga bersikap ramah terhadap orang bodoh;
3. Qiyām al-Lail, yaitu bangun di malam hari untuk melakukan ibadah, di saat orang lain tidur, dalam rangka meraih cinta Allah;
4. Al-Khauf akan siksa neraka dengan menjalankan ketaatan kepada Allah;
5. Al-Tawaṣṣuṭ dalam membelanjakan harta, yaitu tidak boros atau berlebihan, tapi juga tidak kikir. Sikap Tawaṣṣuṭ ini menjadi kewajiban bagi setiap Muslim dalam segala urusannya;
6. Ikhlas beribadah hanya kepada Allah. Ibadah ini mencakup segala hal yang Allah cintai dan Allah ridlai, baik berupa perkataan atau perbuatan, yang lahir atau yang batin. Ibadah ini meliputi ibadah fisik, ibadah sosial-ekonomi, ibadah hati ataupun ibadah perkataan;
7. Mujānabah al-Qatl, yaitu menghindari pembunuhan, seperti membunuh sesama Muslim, membunuh kaum Dzimmi yang diberi perjanjian, membunuh diri sendiri, kecuali karena alasan yang dibenarkan syariat;
8. Ijtināb al-Zinā, yaitu menjauhi perzinahan dengan jalan: memelihara kelamin dari zina, homoseksual dan lesbian, mendatangi syahwat kepada binatang, bersetubuh dengan wanita haid, termasuk juga menghindari zina seluruh anggota tubuh seperti mata, lisan, tangan dan lain-lain;
9. Bertaubat setelah melakukan maksiat, dengan menyesali untuk tidak mengulanginya. Termasuk juga bertaubat ketika melakukan amalan ibadah yang tidak sempurna atau ketika mendapat nikmat kemudian tidak mensyukurinya;
10. Ijtināb al-Zūr, yaitu menjauhi perkataan dusta atau memberikan kesaksian palsu;
11. Berpaling dari perkataan atau perbuatan yang tidak berguna (Lagw), yaitu segala perkataan atau perbuatan yang dapat menjatuhkan martabat kemanusiaan;
12. Melaksanakan perintah Allah dengan penuh ketaatan dan kepatuhan, karena mengetahui kebenaran tanda-tanda kekuasaan Allah, yang qauliyah dan kauniyyah;
13. Melahirkan generasi yang taat kepada Allah melalui pendidikan yang baik sebagai bentuk transformasi;
14. Menjadi pemimpin yang ditaati karena ketakwaan.
Bagi Wahid bin Abi al-Salam, dengan keempat belas karakter ini, ’Ibād al-Raḥmān akan dibalas Allah dengan surga, sebagai sebuah kebahagiaan hidup. Inilah jalan untuk meraih kesempurnaan hidup. Surga tempat kebahagiaan dan kesempuraan itu tidak dapat diraih dengan cara yang ringan, tetapi dengan cara yang penuh berharga, yaitu perlu perjuangan, kesabaran, ketekunan, kejujuran, keikhlasan, pengetahuan dan pengamalan (hlm. 155).
Pada sisi lain, dalam buku Gunungan Ilmu: Paradigma dan Kerangka Kurikulum IAIN Surakarta (Toto Suharto, Zainul Abas dan Abdullah Faishol, 2017: 97-98) disebutkan bahwa keempat belas karakter Ibadurrahman, apabila diskemakan dalam pendekatan kurikulum model Noeng Muhadjir, maka akan tampak dalam gambar sebagai berikut:
Demikian, penggunaan terma “Ibadurrahman“ dalam penamaan masjid Laboratorium Keagamaan UIN Raden Mas Said Surakarta bukan tanpa alasan. Ketiga alasan di atas, paling tidak, menguatkan bahwa istilah ini adalah akrab, dan secara historis diakui keberadaannya dalam ranah keilmuan UIN Raden Mas Said Surakarta.
Semoga Masjid Ibadurrahman yang sudah dilekatkan pada Laboratorium Keagamaan UIN Raden Mas Said Surakarta menjadikan sivitas akademika betul-betul dapat menginternaliasikan karakter Ibadurrahman ini dalam pencapaian visi-misi UIN Raden Mas Said Surakarta.