Najihah Nur Auliya 241141068
Dalam catatan sejarah Islam, Hamzah bin Abdul Muthalib dikenal dengan julukan Singa Allah karena keberaniannya dalam membela Agama Islam. Ia merupakan paman sekaligus saudara sesusuan Nabi Muhammad SAW, serta Putra dari Abdul Muthalib, yang juga Kakek Nabi. Kedekatannya dengan Rasulullah SAW pun tidak mengherankan mengingat hubungan keluarga mereka yang erat.
Di antara para sahabat, Hamzah adalah sosok yang wafatnya membuat Rasulullah SAW meneteskan air mata. Ia dikenal sebagai Singa Allah dan juga dijuluki sebagai pemimpin para syuhada. Julukan-julukan ini mencerminkan keberanian dan kegigihannya sebagai seorang Pejuang Islam yang tak gentar menghadapi musuh di medan pertempuran.
Nama lengkap Hamzah adalah Hamzah Abu 'Imarah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf al-Quraisy al-Hasyimi, dengan ayah bernama Abdul Muthalib dan ibu bernama Halah binti Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah. Menurut catatan sejarah, ia lahir sekitar dua tahun sebelum Tahun Gajah, menjadikannya hampir sebaya dengan Nabi Muhammad SAW. Hubungan mereka pun sangat dekat, baik sebagai kerabat maupun saudara sesusuan.
Hamzah bin Abdul Muthalib memiliki usia yang relatif singkat, yakni 59 tahun. Oleh karena itu, kisah perjuangannya terutama tercatat dalam dua perang besar pada masa awal Islam, yaitu Perang Badar dan Perang Uhud. Ia akhirnya gugur sebagai syahid dalam Perang Uhud, yang menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Islam.
Perjuangan Hamzah bin Abdul Muthalib dalam Perang Badar
A. Latar Belakang Perang Badar
Perang Badar merupakan pertempuran pertama yang terjadi antara kaum Muslim dan kaum Quraisy, serta dianggap sebagai salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam. Pertempuran ini berlangsung pada 17 Maret 624 M atau 17 Ramadhan 2 Hijriah, dengan situasi yang tidak seimbang. Kaum Muslim yang berjumlah 313 orang harus menghadapi pasukan Quraisy yang jumlahnya tiga kali lebih banyak, sekitar 1.000 orang. Meskipun kalah jumlah, kaum Muslim berhasil meraih kemenangan yang mengejutkan. Dalam pertempuran ini, banyak tokoh Quraisy yang tewas, termasuk Abu Jahal (Amr bin Hisyam), salah satu pemimpin utama mereka.
Perang Badar terjadi dua tahun setelah peristiwa Hijrah. Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya terpaksa meninggalkan Mekah pada tahun 622 M karena tekanan dan perlakuan kejam dari kaum Quraisy. Mereka terus mengalami intimidasi, penyiksaan, dan penganiayaan, sehingga hijrah ke Madinah menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dan memperkuat dakwah Islam. Migrasi kaum Muslim ke Madinah memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, hijrah dilakukan untuk menyelamatkan kaum Muslim dari ancaman, tekanan, dan kekerasan yang terus-menerus dilakukan oleh kaum Quraisy di Mekah. Bahkan, saat Rasulullah SAW bersiap meninggalkan rumahnya untuk berhijrah, kaum Quraisy sempat merencanakan upaya pembunuhan terhadap beliau.
Kedua, hijrah bertujuan untuk memperoleh kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Dengan pindah ke Madinah, Kaum Muslim dapat lebih leluasa dalam menjalankan ajaran Islam serta memperkuat perjuangan mereka di jalan Allah SWT. Pada dasarnya, hijrah merupakan langkah strategis untuk menegakkan dan menyebarkan Islam lebih luas.
Dengan demikian, hijrah pada tahun 622 M bukan sekadar perpindahan tempat, tetapi juga cara untuk menghindari ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Namun, hijrah tidak serta-merta mengakhiri konflik antara kedua pihak. Sebaliknya, ketegangan semakin meningkat dan berujung pada perang besar pertama dalam Sejarah Islam, yaitu Perang Badar.
Salah satu penyebab Perang Badar adalah keinginan kaum Quraisy untuk membalas dendam terhadap Kaum Muslim. Sebelum perang besar ini pecah, telah terjadi beberapa bentrokan kecil antara kedua pihak, meskipun belum bisa dikategorikan sebagai perang dalam skala besar. Salah satu insiden terjadi pada September 623 M, ketika Nabi Muhammad SAW memimpin 200 Pasukan Muslim untuk menghadang sebuah kafilah dagang Quraisy. Sebagai balasan, kaum Quraisy kemudian melancarkan serangan ke Madinah dengan tujuan mencuri ternak milik Kaum Muslim.
Ketegangan semakin meningkat pada Januari 624 M, ketika pasukan Muslim dari Madinah menyerang kafilah dagang Makkah di daerah Nakhlah, sekitar 40 km dari Kota Makkah. Insiden ini semakin memperburuk hubungan kedua belah pihak, terutama karena seorang penjaga Quraisy tewas dalam peristiwa tersebut. Kejadian-kejadian ini mempercepat meletusnya Perang Badar, yang menjadi konfrontasi besar pertama dalam Sejarah Islam.
Pada tahun yang sama, tepatnya saat musim semi, sebuah kafilah dagang Quraisy yang membawa banyak harta dari Syam menuju Makkah dipimpin oleh Abu Sufyan. Karena muatan yang sangat berharga, kafilah ini dikawal ketat oleh sekitar 30 hingga 40 penjaga. Ketika mendengar kabar tentang kafilah tersebut, Nabi Muhammad SAW merencanakan untuk menghadangnya dengan membawa 314 pasukan Muslim, jumlah terbesar yang pernah dikerahkan dalam aksi militer oleh umat Islam pada masa itu. Namun, di luar dugaan, peristiwa ini justru berkembang menjadi Perang Badar.
Sebelum pertempuran terjadi, Abu Sufyan mengetahui rencana kaum Muslim untuk menyerang kafilahnya. Sebagai langkah antisipasi, ia segera mengirim seorang utusan bernama Damdam ke Makkah untuk meminta bantuan pasukan Quraisy dalam menghadapi serangan dari pasukan Muslim. Secara kebetulan atau tidak, pada saat itu kaum Quraisy memang telah mempersiapkan kekuatan besar untuk membalas dendam kepada kaum Muslim atas insiden September 623 M, di mana seorang penjaga Quraisy tewas dalam serangan di Nakhlah. Maka, ketika mereka menerima pesan dari Damdam, mereka segera mengerahkan pasukan berjumlah 1.000 orang. Pasukan ini memiliki dua tujuan utama: melindungi kafilah dagang Abu Sufyan dan membalas kekalahan mereka terhadap Kaum Muslim.
Dalam Perang Badar, banyak pemimpin penting Quraisy turut serta, di antaranya Abu Jahal (Amr bin Hisyam), Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin Khalaf. Masing-masing memiliki motivasi yang berbeda. Ada yang bergabung karena mereka memiliki investasi dalam kafilah dagang, ada yang ingin membalas kematian Ibnu al-Hadrami, dan ada pula yang hanya ingin meraih kemenangan dengan mudah atas Kaum Muslim.
Perang Badar merupakan perang pertama yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap Nabi Muhammad SAW setelah beliau dan para pengikutnya hijrah ke Madinah. Pertempuran ini bukan sekadar konfrontasi antara kaum Muslim dan Quraisy, tetapi juga menjadi peristiwa penting dalam sejarah Islam. Karena begitu besarnya makna dari peristiwa ini, Allah SWT menyebut hari Perang Badar sebagai “Yaum al-Furqan” atau “hari perbedaan”, karena pada saat itu Allah membedakan antara yang benar dan yang batil.
Pertempuran berlangsung sangat sengit. Meskipun jumlah pasukan Muslim jauh lebih sedikit dibandingkan pasukan Quraisy, setelah sekitar dua jam pertempuran, mereka berhasil menghancurkan pertahanan musuh, yang akhirnya membuat Pasukan Quraisy mundur dan mengalami kekalahan telak. Dengan hanya 314 tentara Muslim melawan 1.000 tentara Quraisy, kemenangan ini menjadi bukti bahwa kemenangan tidak ditentukan oleh jumlah pasukan, melainkan oleh pertolongan Allah SWT.
Allah SWT meninggikan derajat kaum Muslim dengan memberikan kemenangan kepada Rasulullah SAW, serta menurunkan wahyu dan bantuan dari bala tentara-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللهُ بِبَدْرٍ وَأَنتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ إِذْ تَقُوْلُ لِلْمُؤْمِنِينَ أَلَنْ يَكْفِيَكُمْ أَنْ يُمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلَثَةِ آلَافٍ مِنَ الْمَلَئِكَةِ مُنْزَلِينَ بَلَى إِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوْا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ الافٍ مِنَ الْمَلَبِكَةِ مُسَوَمِينَ * وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَ قُلُوْبُكُمْ بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
"Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman, 'Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?' 'Ya' (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikannya (pemberian bala-bantuan itu) melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar hatimu tenang karenanya. Dan tidak ada kemenangan itu, selain dari Allah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran [3]: 123-126).
B. Jejak Perjuangan dan Kepahlawanan Hamzah bin Abdul Muthalib dalam Perang Badar
Setelah memahami latar belakang Perang Badar, kini kita menyoroti peran Hamzah bin Abdul Muthalib dalam pertempuran besar pertama dalam sejarah Islam. Sebagai paman sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW, Hamzah yang dikenal dengan julukan "Singa Allah" memiliki kontribusi yang sangat penting dalam peperangan ini. Namun, sayangnya, literatur yang secara rinci menggambarkan aksinya dalam Perang Badar masih terbatas. Sebagian besar sumber hanya menyebutnya secara singkat sebagai salah satu panglima perang yang gagah berani.
Bersama Ali bin Abi Thalib, Hamzah menunjukkan keberanian luar biasa dalam membela kejayaan Islam. Rasulullah SAW memilihnya sebagai salah satu panglima pasukan Muslim karena kekuatan dan kegigihannya dalam bertempur. Dengan keberanian dan kepemimpinannya, pasukan Muslim berhasil meraih kemenangan tentu dengan pertolongan Allah SWT, yang mengirimkan tiga ribu malaikat untuk membantu 314 pasukan Muslim, sebagaimana disebutkan dalam Surat Ali 'Imran ayat 123-126.
Dalam pertempuran ini, Hamzah berperan besar dalam melumpuhkan pasukan Quraisy, menghadapi mereka dengan penuh keberanian. Salah satu pencapaiannya adalah berhasil membunuh dua tokoh penting Quraisy, Syaibah bin Rabi'ah dan saudaranya, Utbah bin Rabi'ah.
Keberanian dan kekuatan Hamzah dalam Perang Badar semakin mengukuhkan julukannya sebagai Kehebatannya di medan perang turut membawa kemenangan besar bagi kaum Muslim. Sementara itu, pasukan Quraisy yang kalah terpaksa menerima kenyataan pahit dan kembali ke Makkah dalam keadaan terhina dan terpukul akibat kekalahan telak mereka.
Dari Perang Badar, terdapat pelajaran berharga yang dapat dipetik, yaitu bahwa kemenangan sejati bukan ditentukan oleh jumlah atau kekuatan pasukan, melainkan oleh kehendak dan izin Allah SWT. Peristiwa ini membuktikan bahwa keimanan dan ketakwaan lebih berpengaruh dalam menentukan hasil sebuah perjuangan.
Dari perspektif sosial dan politik, kemenangan dalam Perang Badar membuat Kaum Muslim semakin disegani dan bahkan ditakuti oleh berbagai Suku Arab, termasuk Kaum Yahudi dan Kaum Munafik di Madinah. Perang ini juga memperkuat kepercayaan Umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW dan Ajaran Islam, serta membuktikan bahwa mereka siap berkorban demi agama. Selain itu, kemenangan ini semakin memperkokoh posisi Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin di Madinah, menandai awal dari perkembangan Islam yang lebih luas di Jazirah Arab.
Edit: Nug