SINAR- Dalam sambutan Menteri Agama RI, Gus Yaqut Cholil Qoumas pada kegiatan AICIS 2023 sempat menyinggungg soal akidah, hukum dan tata cara salat, puasa ramadan, zakat dan haji bersifat tetap. Tetapi soal harta yang wajib dizakati, atau mahram dalam haji, mungkin saja berubah. Ini menunjukkan bahwa fikih sebagai produk ijtihad ulama, bersifat dinamis, tidak statis. Sehingga fikih mampu menjawab persoalan-persoalan baru yang muncul”, ucapnya.
"Tantangannya adalah soal keberanian untuk membongkarnya. Beranikah para kiai pesantren dan dunia kampus mengubah pandangannya bahwa fikih bukanlah teks suci dan sakral, sebagaimana Al-Qur’an dan hadist. Lebih-lebih, kebanyakan fikih lahir pada masa abad pertengahan, belum tentu relevan dalam konteks sekarang," tandas Menag.
Untuk itu, forum AICIS ini, yang mengundang para intelektual dari berbagai belahan dunia, diharapkan menjadi media yang tepat untuk mendiskusikan sekaligus mencari solusi atas berbagai persoalan dunia saat ini”, harapnya.
Usai Menag RI turun dari podium sambutan, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Ali Ramdhani lalu mengatakan bahwa AICIS 2023 mengangkat tema "Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace". Dia mendorong forum AICIS memberikan rekomendasi nyata dan empirik terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat demi terwujudnya perdamaian yang berkelanjutan.
Hal ini disampaikan sekaligus untuk menjawab tantangan Gusmen. Kegiatan ini akan lebih fokus dan menghasilkan rekomendasi yang empirik berdasarkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat saat ini.
Forum AICIS ke-22 ini menampilkan 180 paper pilihan yang terbagi menjadi 48 kelas paralel. Selain diikuti para ahli fikih dari kalangan pesantren, forum ini juga menghadirkan cendekiawan muslim internasional.
AICIS ke-22 ini berlangsung di Surabaya, 2-5 Mei 2023. Acara ini juga akan membahas empat sesi pleno. Pertama, Sesi Pleno: "Rethinking Fiqh for Non-violent Religious Practices”. Sesi ini akan melibatkan tiga pembicara kunci: Dr. (HC). K. H. Yahya Cholil Staquf dari Indonesia, Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA dari Indonesia, dan Prof. Abdullahi Ahmed An Na'im dari Amerika Serikat.
Kedua, Sesi Pleno: "Recounting Fiqh for Religious Harmony". Ada empat pembicara dalam sesi ini, yaitu: Prof. Dr. Usamah Al-Sayyid Al Azhary dari Universitas Al Azhar di Mesir, Muhammad Al Marakiby, Ph.D dari Mesir, Dr. Muhammad Nahe'i, MA dari Indonesia, dan Prof. Dr. Rahimin Affandi Bin Abdul Rahim dari Malaysia.
Ketiga, "Maqashid al-Syariah as a Reference and Framework of Fiqh for Humanity." Sesi ini akan melibatkan tiga pembicara: Prof. Mashood A. Baderin dari Inggris, Dr. (HC) K. H. Afifuddin Muhajir dari Indonesia, dan Prof. Dr. Şadi Eren dari Turki.
Keempat, "The Negotiated Shari'ah: Between Religiosity and Humanity in Current Development of Indonesia." Sesi ini akan melibatkan tiga pembicara: Prof. Tim Lindsey Ph.D dari Australia, Prof. Dr. Mohd. Roslan Bin Mohd Nor dari Malaysia, dan Ning Allisa Qotrunnada Wahid dari Indonesia.
Serangkaian kegiatan tersebut adalah langkah kongkrit dari Kemenag RI untuk berkontribusi menjaga keutuhan bangsa ini. Dengan langkah ini pula literasi pendidikan tentang rekontekstualisasi fiqh akan menjadi asupan baru dalam kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. (Nug/ Humas)
Workshop UI-Green Metrics, WR III UIN Surakarta : Integrasi Agama Dan Isu Lingkungan
4 hari yang lalu - Umum