Loading...

Misi Suci PTKI dan Transformasi Peradaban; Refleksi Hardiknas 2024

Diterbitkan pada
21 Mei 2024 12:21 WIB

Baca

Dalam sebuah pidato yang disampaikan pada 23 Juni 1990 di Sekolah Menengah Madison Park, Boston, Nelson Mandela (1918-2013), seorang negarawan Afrika Selatan, menyampaikan bahwa "Education is the most powerful weapon which you can use to change the world" (Oxford Essential Quotations, ed. Susan Ratcliffe, 2017). Pernyataan ini kemudian menjadi kutipan yang digunakan berbagai lembaga pendidikan dunia, karena pesan yang dikandung dalam kutipan ini mengandung makna mendalam bagaimana mengubah dunia melalui jalur pendidikan.  Peradaban pendidikan saat ini sedang mengalami transformasi berkat kemajuan digital. Di belahan dunia manapun, peradaban pendidikan mengalami lompatan yang sangat cepat berkat teknologi kecerdasan buatan sebagai media belajar, dan sekaligus sebagai sumber belajar yang sangat memadai.  Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dalam konteks Indonesia pun diharapkan menjadi pilar kekuatan yang mampu melakukan transformasi peradaban di Indonesia. Dalam refleksi Hardiknas ini, tulisan ini mencoba mendedah tiga peran strategis PTKI dalam proses transformasi ini, yaitu sebagai center for transfer of Islamic knowledge, agent of social control, dan sebagai agent of social engineering, yang dapat dipandang sebagai 'misi suci' PTKI.

Ilustrasi: Gedung Pendidikan Terpadu UIN Surakarta (Foto: UIN Surakarta)

Pusat Transmisi Pengetahuan Keislaman

PTKI saat ini menyajikan berbagai pengetahuan keislaman yang masuk dalam ideal curriculum dan real curriculum-nya, yang kemudian ditransmisikannya melalui proses perkuliahan yang merelasikan antara dosen dan mahasiswa. Pengetahuan keislaman, yang menurut Ibnu Khaldun dikategorikan sebagai al-‘ulum al-naqliyyah (perennial knowledge; pengetahuan abadi yang bersumber dari wahyu Al-Qur’an dan al-Sunnah) dan al-‘ulum al-‘aqliyyah (acquired knowledge; pengetahuan yang bersumber dari rasio atau indera yang diperoleh baik melalui pemikiran deduktif ataupun induktif), telah menjadi dasar pengembangan keilmuan bagi para pelaku pendidikan di PTKI. Transfer pengetahuan yang dalam bahasa agama disebut dengan proses tafaqquh fi al-din ini menjadikan pengetahuan keislaman sebagai core business keilmuan PTKI.  Pengetahuan keislaman di atas, baik konten maupun nilai-nilainya, sedemikian rupa menjadi ciri khas pengetahuan PTKI, tinggal bagaimana para pengelola PTKI mampu mentransformasikannya di dalam era digital. Transformasi digital pengetahuan PTKI ini menjadi penting untuk konteks proses peradaban saat ini, sebab PTKI dipandang kurang mampu 'mengubah dunia' apabila kontekstualisasi pengetahuan keislamannya tidak berjalan sesuai zamannya. Hal ini yang kemudian menjadi tantangan PTKI ke depan. Catatan databoks dari katadata.co.id (rilis 30 November 2023) menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia pada 2023 telah memiliki Indeks Literasi Digital Indonesia (ILDI) yang terus membaik selama tiga tahun terakhir, yaitu berada di Level 3,65 dari Skala 1-5 Poin. Kondisi ILDI masyarakat Indonesia ini tentu saja perlu diresponsi oleh dunia PTKI, sehingga berjalan beriringan antara indeks literasi masyarakat yang terus membaik dengan transfornasi digital yang berproses di dunia PTKI.  

Agen Kontrol Sosial

PTKI selain sebagai lembaga akademik yang melakukan transfer of knowledge, juga memiliki peran sebagai agen kontrol sosial. Peran ini dipandang sebagai misi kebenaran yang harus diembannya. Civitas academica PTKI di mana pun berada harus 'berdakwah' menyampaikan misi kebenaran kepada masyarakat. Kontrol sosial PTKI semacam ini menjadi penting, sebab masyarakat Indonesia, meskipun memiliki ILDI yang terus membaik, tak jarang mereka masih menyampaikan hal-hal, yang dalam bahasa Kementerian Komunikasi dan Informasi disebut sebagai hoaks atau disinformasi. Hoaks dapat diartikan sebagai rekayasa informasi yang dilakukan untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Rekayasa ini dilakukan dengan cara pemutarbalikan fakta seakan-akan menjadi informasi yang meyakinkan, padahal tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Sementara disinformasi merupakan informasi yang tidak benar tapi sengaja difabrikasi sedemikian rupa untuk membohongi masyarakat dengan tujuan untuk mempengaruhi opini publik atau untuk meraih keuntungan tertentu. Databoks dari katadata.co.id (rilis 5 Januari 2024) menyampaikan bahwa dalam lima tahun terakhir telah ditemukan 12.547 konten yang mengandung unsur hoaks yang hampir menyentuh semua bidang kehidupan masyarakat. Unesco mencatat, media sosial yang sering digunakan untuk menyebar hoaks di antaranya adalah Facebook, YouTube, X/Twitter, Instagram, TikTok, dan atau yang lainnya. Konteks ini tentu saja menjadi PR berat bagi dunia PTKI, yaitu bagaimana peran kontrol sosial yang diembannya untuk melahirkan kebenaran di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi netizen yang berliterasi secara benar. 

Agen Rekayasa Sosial Peran 

PTKI lainnya yang tak kalah pentingnya adalah menjadi agen perekayasa masa depan peradaban. Masa depan peradaban manusia Indonesia seperti apa, tidak lepas dari peran dan kontribusi PTKI. Kementerian PPN/Bappenas telah mengeluarkan Konsep Rancangan Teknokratik RPJMN Tahun 2025-2029 pada tahun 2023. Di dalam konsep ini, sasaran pembangunan ketahanan sosial, budaya dan ekologi di antarnya diarahkan pada perwujudan beragama maslahat dan berbudaya maju. Sasaran pembangunan bidang ini kiranya menjadi tugas penting PTKI bagaimana ke depan PTKI dapat merekayasa masyarakat Indonesia yang memiliki pandangan, sikap dan perilaku beragama maslahat dan berbudaya maju. Tentu saja peran ini tidak melulu dibebankan kepada PTKI, tetapi juga kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, tentunya kurikulum PTKI, selain memuat konten dan nilai-nilai Islam sebagai core business-nya sebagaimana di atas, perlu juga memuat kurikulum yang mengarah pada penguatan generasi muda Indonesia untuk meraih masyarakat yang dapat beragama secara maslahat dan berbudaya maju.  Ketiga peran strategis PTKI di atas kiranya perlu menjadi kesadaran bersama, dalam rangka mengokohkan kontribusi PTKI untuk melakukan transformasi peradaban dalam konteks Indonesia. Dalam kaitan ini, kiranya tepat pandangan Ahmad al-Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal (sebagaimana dalam nu.or.id) yang pernah menukil pandangan Socrates bahwa "Jangan paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di zaman mereka, bukan zamanmu." PTKI melalui misi sucinya dapat mengubah dunia, sebagaimana Mandela di atas, apabila dapat menyiapkan 'proses peradaban' bagi para didiknya dengan merefleksikan kutipan Socrates ini. Wa Allah a’lam. 

Sumber: https://arina.id/perspektif/ar-NAgdL/misi-suci-ptki-dan-transformasi-peradaban--refleksi-hardiknas-2024