07 June 2022

Menyiapkan Mental Mahasiswa Menuju Perkuliahan di Dunia Nyata

Oleh: Atin Kurniawati, M.A. (Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris)

Pandemi saat ini telah dinyatakan terkendali oleh pemerintah. Bahkan Presiden Jokowi telah secara resmi membolehkan membuka masker di tempat terbuka. Tentunya ini merupakan kabar menggembirakan bagi banyak orang, termasuk insan pendidikan. Setelah sekian lama menjalankan pembelajaran daring, dosen dan mahasiswa harus menyiapkan diri menghadapi pembelajaran luring sepenuhnya, kembali ke kampus dan belajar bersama di kelas. Perubahan ini telah diinisiasi jauh-jauh hari dengan diberlakukannya pembelajaran tatap muka 50% dan 100% secara bergantian, sehingga hal ini bukanlah sesuatu yang sama sekali baru.

"Terlanjur nyaman" barangkali hal ini yang kini dirasakan oleh para mahasiswa aktif yang didominasi oleh angkatan "corona". Belajar dari rumah sejak pertama memasuki dunia perkuliahan sudah menjadikan mereka nyaman dan bisa jadi tidak sepenuhnya siap ketika mereka akan belajar di kelas sepenuhnya. Pembelajaran online menjadikan mereka lebih santai dalam kehadiran, penampilan, maupun partisipasi di kelas daring, namun semua akan berubah saat perkuliahan kembali ke kelas-kelas dan bertemu dosen secara langsung.

Sikap santai dalam kehadiran tidak bisa lagi mereka lakukan di perkuliahan luring. Banyak mahasiswa yang dengan berbagai alasan minta izin terlambat karena kendala sinyal, karena membantu orang tua, atau izin tidak menyalakan kamera karena sinyal tidak stabil maupun masalah pada perangkat yang mereka pakai. Sejak sekarang mereka harus menyiapkan mental untuk hadir sepenuhnya di kelas secara fisik dan pikiran. Tentunya sikap disiplin juga harus mulai digembleng kembali. Tidak ada lagi alasan gangguan sinyal, mikrofon rusak, atau 'sedang ke belakang' ketika dosen meminta berpendapat atau menjawab pertanyaan. Mahasiswa harus mulai menyiapkan mental untuk 'nyicil' belajar agar kehadiran mereka tidak sekedar mengisi presensi saja. Apalagi bila mereka harus bertemu dosen yang senang berdiskusi dan menuntut mahasiswa aktif berpartisipasi di kelas.

Selanjutnya, siap mental dalam berpenampilan rapi harus turut mereka latih. Betapa banyak parodi dan meme di media sosial menggambarkan kehidupan kuliah daring selama pandemi kemarin, mulai dari pakaian atasan kemeja bawahan celana kolor, ikut kelas belum mandi, ikut perkuliahan memakai mukena, dan sikap tidak disiplin penampilan yang lain. Ketika mereka datang ke kelas, maka mereka harus berpenampilan rapi dan pantas. Sebenarnya penampilan rapi tidak sekedar untuk terlihat pantas. Lebih jauh, berpakaian adalah wujud ketaatan pada Allah, yakni dengan menutup aurat dan menjaga keindahan, serta ketaatan secara budaya sebagaimana ungkapan "ajining raga saka busana". Selayaknya, mahasiswa berpakaikan secara pantas sesuai budaya akademis di kampus, tidak sekedar mengikuti tren maupun agar semata tampil modis.

Perbedaan pola interaksi selama pembelajaran daring dengan pembelajaran tatap muka juga perlu disiapkan. Interaksi selama pembelajaran daring umumnya berlangsung singkat dengan pembahasan yang terbatas. Namun, pada waktu pembelajaran tatap muka nantinya para mahasiswa akan berinteraksi secara langsung. Mungkin yang tampak pendiam di kelas virtual ternyata aktif dalam interaksi yang sebenarnya, ataupun sebaliknya. Selain itu, terbatasnya interaksi menyebabkan para mahasiswa tidak cukup mengenal karakter teman-temannya dengan baik sehingga mereka sudah selayaknya menjaga sikap agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam pergaulan. Bertemu dosen secara langsung juga mungkin memberikan efek yang berbeda bagi mahasiswa yang terbiasa menemui dosennya secara virtual. Oleh karenanya, sopan santun dan adab harus tetap didahulukan meskipun nampaknya dosennya friendly dan gayeng ketika di kelas virtual.

Menyadari Peran Intelektualitas

Para mahasiswa yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi adalah mereka yang beruntung untuk terus mengasah kemampuan berpikirnya ke tingkat yang lebih tinggi, yang kritis, sistematis, dan solutif. Meskipun berjalan secara lancar, namun pembelajaran daring tidak memberikan pengalaman interaksi yang sebenarnya dalam hubungan timbal balik secara langsung. Contoh mudahnya, presentasi dan berpendapat di depan layar tentu berbeda dengan berargumen secara langsung di kelas. Ketika pembelajaran daring, mahasiswa masih bisa beralasan untuk tampil tidak maksimal, misalnya kendala komunikasi dengan teman sekelompok, kedala sinyal, dan kendala lainnya. Dalam pembelajaran tatap muka nanti, pengalamannya akan berbeda. Tampil langsung di depan dosen dan seluruh warga kelas tentu memerlukan persiapan yang lebih baik. Mahasiswa tidak bisa lagi beralasan sinyal hilang atau mikrofon mati. Semua harus dijalani dengan mantap hati. Di sinilah, kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan sistematis benar-benar diasah. Selamat datang di dunia akademis yang sebenarnya.

Ketidakoptimalan pembelajaran daring selama pandemi banyak dirasakan oleh para siswa, mahasiswa, maupun para pendidik mulai dari kurangnya interaksi, sulit memahami pelajaran, menurunnya prestasi, kurang fokus karena di rumah, hingga menimbulkan beragam emosi bagi yang menjalaninya (Anggianita et al., 2020; Puspaningtyas & Dewi, 2020; Saragih et al., 2020; Satrianingrum & Prasetyo, 2020). Pembelajaran tatap muka yang niscaya akan segera terlaksana semoga menjadi jawaban dari keresahan ini. Para mahasiswa adalah aset bangsa yang akan meneruskan pembangunan bangsa di berbagai bidang, maka mutu lulusan yang kompeten dan menguasai bidangnya adalah sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Para mahasiswa hendaknya menyadari perannya sedari dini. Mereka tidak boleh merasa biasa saja saat tidak memahami pelajaran karena akan menimbulkan kerugian dimasa yang akan datang. Misalnya, seorang mahasiswa jurusan program studi Pendidikan Bahasa Inggris selama pembelajaran daring tidak menggunakan waktu yang ada untuk mengasah kemampuannya. Jadilah pronunciation-nya tidak tepat dan grammar-nya tidak berterima. Bagaimana bila kelak dia menjadi guru? Oleh karenanya mahasiswa harus menyadari peran ini dan mengambil tanggung jawab untuk terus mengasah kompetensinya agar menjadi lulusan yang berkualitas dan unggul di dunia kerja. Pembelajaran tatap muka tentunya diharapkan mampu memberi bekal secara lebih optimal.

Terus Belajar dan Mengasah Diri

Akhirnya, pembelajaran tatap muka yang sudah di depan mata adalah sebuah kabar gembira bagi kita semua. Para dosen yang selama ini bertanya-tanya "Apakah para mahasiswa benar-benar mengerti materi perkuliahan?" akan dapat melihat ekspresi langsung dari para mahasiswa. Lebih jauh lagi, ini adalah berita besar bagi para mahasiswa. Tidak hanya mereka akan kembali ke kelas-kelas "nyata", mereka juga akan berkesempatan mengasah diri melalui berbagai kegiatan yang ada di kampus. Nilai yang tinggi dan penguasaan ilmu pengetahuan memberi golden ticket untuk memasuki dunia kerja. Namun kesuksesan tidak semata-mata ditentukan oleh nilai tinggi, tetapi juga karakter dan skill yang terbentuk. Kampuslah salah satu tempat untuk mengasahnya.

Terkendalinya pandemi membuka lebar kesempatan mahasiswa mengasah bakat dan minatnya melalui organisasi kemahasiswaan di kampus. Mahasiswa sejak sekarang dapat mempersiapkan diri untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler apa yang akan mereka ikuti di kampus. Tentunya hal ini harus disertai dengan tanggung jawab agar tuntutan akademis dan kegiatan ekstrakurikuler dapat berjalan beriringan dengan baik.

Dalam hal ini peran dosen juga amat penting. Dalam rangka mendidik pembelajar dewasa, dosen dapat menjadi fasilitator untuk mendukung berkembangnya potensi mahasiswa secara akademis maupun non akademis. Tentunya dosen harus juga mempersiapkan diri dan mental untuk membimbing mahasiswa secara langsung dengan berbagai dinamikanya.

Epilog

Perubahan senantiasa terjadi dalam hidup. Seringkali kita tidak bisa mengendalikan perubahan yang ada, namun kita bisa menyikapinya dengan sikap yang terbaik. Pembelajaran tatap muka sudah di depan mata dan perubahan pola interaksi juga harus disiapkan agar terwujud interaksi yang harmonis, saling menghormati, dan saling mendukung. Selain itu, pembelajaran tatap muka juga membuka jalan bagi para mahasiswa untuk mengasah kemampuan intelektualitas secara lebih optimal sekaligus menekankan tanggung jawab keilmuan dan pengembangan diri agar kelak menjadi lulusan yang berdaya saing. Kesadaran dan kerjasama antara mahasiswa, dosen, dan instansi dalam mendukung terwujudnya iklim akademis dan konstruktif merupakan dambaan seluruh civitas akademika.

Referensi

Anggianita, S., Yusnira, Y., & Rizal, M. S. (2020). Persepsi Guru terhadap Pembelajaran Daring di Sekolah Dasar Negeri 013 Kumantan. Journal of Education Research, 1(2), 177–182. https://doi.org/10.37985/joe.v1i2.18

Puspaningtyas, N. D., & Dewi, P. S. (2020). Persepsi Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Berbasis Daring. Jurnal Pendidikan Matematika Inovatif, 3(6), 703–712. https://doi.org/dx.doi.org/10.22460/jpmi.v3i6.p%25p

Saragih, O., Sebayang, F. A. A., Sinaga, A. B., & Ridlo, M. R. (2020). Persepsi Mahasiswa terhadap Pembelajaran Daring selama Pandemi Covid-19. Tarbiyah Wa Ta’lim, 7(3). https://doi.org/10.21093/twt.v7i3.2624

Satrianingrum, A. P., & Prasetyo, I. (2020). Persepsi Guru Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Daring di PAUD. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 633. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.574

 

Menyiapkan Mental Mahasiswa Menuju Perkuliahan di Dunia Nyata