19 October 2022

Dinamika Mahasiswa

Oleh: Ahmad Dzaky Mubarok (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab)

Belajar di salah satu universitas ternama adalah salah satu impian dari setiap orang yang ingin memiliki masa depan yang cerah. Tidak sedikit calon mahasiswa yang belajar mati-matian untuk bisa masuk ke universitas yang ingin mereka tuju. Bahkan dari mereka ada yang mengikuti bimbingan belajar untuk memantapkan strategi agar bisa lolos UTBK. Mereka rela mengurangi jatah bermain bersama temannya hanya untuk menambah jam belajar.

Hingga saat calon mahasiswa itu bisa menggapai impiannya untuk masuk ke salah satu universitas, dan menjalani serangkaian pengenalan akademik kampus (OSPEK), beberapa dari mereka ada yang mengalami culture shock ketika masuk ke jenjang perguruan tinggi tersebut. Salah satunya seperti absensi, yang dimana ketika siswa itu masih di bangku SMA, apabila tidak hadir di dalam kelas maka akan dipanggil oleh bagian BK (Bimbingan Konseling) dan ditanyakan alasan mengapa membolos pada hari itu, akan tetapi ketika sampai didunia perkuliahan, apabila mahasiswa tidak masuk kelas, dosennya pun tidak akan repot-repot mencari mahasiswa tersebut. Hal ini terjadi karena absensi merupakan kebutuhan mahasiswa bukan dosen.

Belum lagi ketika sudah masuk ke relung-relung akademik perguruan tinggi, beberapa mahasiswa ada yang kerepotan dalam mengejar akademiknya. Sebagian mahasiswa mengeluh karena ketika di jenjang sebelumnya sistem pembelajaran mereka berbeda dengan sistem yang berjalan di perguruan tinggi. Mereka belum terbiasa dengan cara belajar yang ada di universitas mereka. Oleh sebab itu, bagi sebagian mahasiswa perlu sebuah dinamika usaha untuk beradaptasi dengan budaya-budaya yang ada di perguruan tinggi, supaya kedepannya para mahasiswa bisa menghadapi gejolak akademik dan budaya yang ada di universitasnya masing-masing.

Dinamika mahasiswa selalu berhubungan dari pola dan karakteristik mahasiswa yang menjadi subjek didalamnya. Secara garis besar, menurut Sarlito Wirawan terdapat tiga jenis karakter mahasiswa yaitu pemimpin, aktivis, dan mahasiswa biasa

Pertama, tipe mahasiswa pemimpin, yaitu individu mahasiswa menganggap dirinya menjadi penggerak dalam aksi protes mahasiswa di perguruan tingginya. Mereka memberi patokan diri untuk menjadi future leaders dimasa yang akan datang. Pada tipe ini mahasiswa lebih mengutamakan untuk mencari relasi dan pengalaman, atau yang sering disebut dengan soft skill. Oleh sebab itu kebanyakan mahasiswa tipe ini relatif lebih lama lulusnya dibandingkan dengan mahasiswa yang lain.

Kedua, tipe mahasiswa aktivis, yaitu mahasiswa yang menganggap pernah ikut berkiprah dalam pergerakan aksi protes mahasiswa dikampus nya beberapa kali. Tipe ini hampir sama dengan tipe mahasiswa pemimpin, adapun yang membedakan keduanya adalah dari segi intensitas kesungguhannya. Mahasiswa tipe aktivis ini menyenangi kegiatan tersebut dan memanfaatkannya untuk menambah relasi serta jaringan yang mungkin berguna untuk dirinya dikemudian hari. Mereka juga cenderung tidak ingin cepat lulus dan juga tidak ingin berlama-lama di kampus. Sudah tenth jumlah mahasiswa yang bertipe seperti ini lebih banyak daripada tipe yang pertama

Ketiga, mahasiswa biasa, yaitu tipe mahasiswa selain tipe aktivis dan tipe pemimpin. Mereka lebih cenderung ke hura- hura, mementingkan urusan pribadi, dan lebih tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Para mahasiswa saat ini menyebutnya dengan istilah “mahasiswa kupu-kupu”, yang memiliki kepanjangan dari “kuliah pulang kuliah pulang”. Namun tidak menutup kemungkinan bagi mahasiswa yang menyandang gelar kupu-kupu itu juga punya akredibilitas tinggi dalam bersosial, tetapi mungkin mereka tidak mau menunjukkan identitas mereka sebagai individu yang ahli dalam berkontribusi bersama masyarakat sekitar.

Dilihat dari ketiga tipe diatas, kita bisa merenungi diri, kita berada di tipe apa sekarang? Atau dengan mau jadi tipe yang seperti apa kita dalam menghadapi dinamika yang ada didepan mata kita sebagai seorang mahasiswa? Diantara tiga tipe mahasiswa menurut Sarlito Wirawan diatas, maka bisa kita tarik garis kesimpulan bahwa setiap tipe memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita tidak bisa menghakimi bahwa salah satu diantara tiga tipe diatas tadi itu buruk, atau ejekan yang lain, karena setiap orang memiliki pemahaman dan prinsip masing-masing untuk menghadapi dinamika mahasiswa yang tidak bisa salahkan. Jadi penentuan ekspresi dalam menghadapi dinamika dikampus tergantung prinsip masing-masing personal, itupun pasti masing-masing individu memiliki dasar dan alasan tersendiri mengapa mereka memilih prinsip tersebut.

DaftarPustaka

https://www.kompasiana.com/amp/nurrafiqsetiawan3211/5ea036c2d541df2f48104632/dinamika-gerakan-mahasiswa

Dinamika Mahasiswa