16 November 2022

Asal - Usul Pulau Bawean

Oleh: Nur Liza

Bawean merupakan pulau kecil yang dikelilingi oleh pulau yang lebih kecil seperti Pulau Cina, Gili, Noko, Selayar, Nusa dan Karangbila. Pulau ini terletak di Jawa Timur 120 km² di utara Gresik. Bawean hanya terdiri dari 2 Kecamatan, 30 desa, dan 143 dusun.

Dahulu Pulau ini dikenal dengan pulau Majedi, dari bahasa Arab yang artinya uang logam, karena Pulau ini menyerupai uang logam. Dalam Kitab Negarakertagama Bawean disebut Pulau Bubun, sedangkan dalam catatan sratpanitiJangkaJayabaya penduduk Bawean bermula pada tahun Delapan Saka di mana sebelumnya Pulau ini tidak berpenghuni, pemerintahan kolonial Belanda dan Eropa pada abad 18 menamakan Pulau ini dengan sebutan pulau Lubeg, Bovean dan Lombok. Pada tahun 1974 Bawean dijadikan  hak milik oleh Kabupaten Gresik yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Surabaya. Bawean dihuni sekitar 75 ribu dengan mata pencaharian petani dan nelayan, bahkan bawean disebut pulau putri, karena banyak remaja Bawean yang sering merantau.

Bawean dikenal karena anyaman tikar yang khas dan 1 jenis Rusa yang tiada duanya (Aksis Kauha Eli) dan masyarakatnya yang sering merantau. Letak geografis yang memaksa penduduk untuk merantau karena jauh dari keramaian kota. Masyarakat banyak tergabung dari suku bangsa, yaitu suku bangsa Bugis, Sulawesi, Madura, Sumatera, Banjarmasin dan Jawa.

Sebelum Islam ke Bawean, masyarakat Bawean menganut paham animisme, penyembah ruh dan kekuatan gaib. Hal ini diketahui dari cerita adu kesaktian antara Syekh Maulana Umar Mas'ud dengan raja Babileon, seorang penyihir animisme yang sakti mantraguna, namun berkat Allah SWT, Syekh Maulana Umar Mas'ud dapat mengalahkan raja Babileon.

Pada masa kerajaan Majapahit di era keemasannya mereka bermaksud menyatukan nusantara dan dikirimkan seluruh armadanya untuk berlayar menuju daerah- daerah yang jauh. Di sana ada beberapa perahu yang mendapat kemalangan dan terdampar di sebuah pulau. Dari saking senangnya dan kegirangan karena selamat dari kemalangan tersebut, tanpa sengaja terlontar kata dari ketua pasukan dalam bahasa Sansekerta BA= Sinar, WE= matahari, dan AN= ada. Yang artinya, ada sinar matahari. Lambat laun pulau Majedi tidak terdengar lagi.

Menurut catatan sejarah yang berkembang selama ini, agama Islam masuk ke Bawean pada awal abad ke-16. Sumber catatan sejarah lainnya menyebutkan bahwa sebelum menetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim seorang ulama islam asal Turkey, pakar di bidang tata hukum pemerintahan, adalah utusan dari kekhilafaan Hukmania, sempat singgah terlebih dahulu di pulau Bawean, disebutkan kalau peristiwa ini terjadi sebelum abad ke-13 Masehi, catatan sejarah dengan tiga versi yang berbeda, Irabuz Zaimi menunjukkan bukti-bukti sejarah, termasuk tulisan Raden Abdul Mukmin tahun 1326H, bertuliskan Arab berbahasa Melayu, di dalam tulisan raden Abdul Mukmin, menceritakan secara lengkap lengkap asal masuknya Syekh Maulana Umar Mas’ud ke pulau Bawean, termasuk keturunannya.

Tertulis, Syekh Maulana Umar Mas’ud datang ke Bawean melalui Arosbaya Madura, sebelum Palembang. Pada versi lainnya menyebutkan Syekh Maulana Umar Mas’ud masuk ke pulau Bawean melalui Sidayulawas sampai di pulau Bawean tahun 151M, sedangkan versi lainnya menyebutkan 161M. Dan tulisan Jeko Preden Brack,

dalam bukunya Bawean berislam tertulis tahun 1511M. Jadi yang bermasalah adalah terkait asal masuknya dan tahun masuknya Syekh Maulana Malik Umar Mas’ud dan pangeran Maulana ash-siddiq ke pulau Bawean. Tetapi sudah mulai bisa diterima oleh pemurah hati sejarah mana yang lebih benar, semoga saja cepat terungkap.

Sayyid Maulana Umar Mas’ud salah seorang ulama dari garis keturunan Sunan Ampel, yang telah mengemban dakwah Islamiah ke pulau Bawean, berkat jasanya agama islam tersebar hingga ke seluruh pelosok Bawean. Sayyid Maulana Umar Mas’ud demikian gigih dalam memperjuangkan islam, walaupun harus menghadapi pergulatan sosial yang sangat pelik dan beragam, nyatanya beliau mampu menuntaskan secara gemilang semua persoalan dan tantangan tersebut.

Islam adalah warisan berharga yang telah berhasil dipersembahkan oleh Sayyid Maulana Umar Mas’ud dengan pencapaian yang menakjubkan, laksana kisah Mush’ab bin  Umair mubtada wa islam pertama yang diutus Rasulullah ke Madinah, sehingga kiranya tak seorang pun dapat menatap wajah Bawean di setiap seluk, lorong, dan penjurunya kecuali islam berkumandang di sana.

Zaman telah beralih dan berganti wajah, era generasi awal sampai ke tujuh telah  berlalu, namun namanya tetap saja menebarkan keharuman yang seakan tak pernah pupus. Hingga kini makam Syekh Maulana Umar Mas’ud menjadi tempat tujuan bagi penziarah, baik dekat maupun jauh.

Enam ulama besar yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Bawean selain Syekh Maulana Umar Mas’ud yaitu KH. Muhammad Hasan Asy’ari Al Baweani Al Fasuruani, beliau lahir di Bawean pada tahun 1820 Masehi. Jejak pengalaman  intelektualnya sampai ke Mesir, Maroko, Mekah. Beliau seangkatan dengan Syaikhona Kholil Bangkalan Madura. Kitabnya yang terkenal adalah kitab MUNTAHA NATAIJ AL AQWAL, yang membahas ilmu falaq. Namanya dinisbatkan pada Bawean dan Pasuruan, karena beliau sering menghabiskan waktu di dua tempat ini. Beliau wafat pada tahun 1921 di Pasuruan, makamnya berada di belakang Pondok Pesantren Besuk Kejayan Pasuruan.

Yang kedua merupakan KH. Mas Raji bin H. Thayib, beliau lahir pada tahun 1874 Masehi di desa Kebuntelukdalam, Sangkapura, Bawean. Beliau pernah belajar di Mekah selama 30 tahun dan diajari seorang guru yang Bernama KH. Kailubi asal Bawean yang menetap di Mekah. Pada tahun 1938 kembali ke Bawean dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Beliau wafat pada tahun 1964 di usia 90 tahun.

Ketiga KH. Dhofir bin KH. Habib, beliau merupakan sahabat KH.Thayib, beliau lahir pada tahun 1885 Masehi di desa Kotakusuma, Sangkapura, Bawean. Beliau memulai perjalanan keilmuannya kepada Syaikhona Khalil Bangkalan dan kiai Khazim Siwalan Panji Sidoarjo. Beliau belajar di Mekah selama 10 tahun, beliau hafal 30 juz al qur’an, beliau juga pernah merintis pondok pesantren al qur’an di Sidayu Gresik Bersama KH. Munawar pada tahun 1910 Masehi. Belum puas dengan ilmunya, beliau kembali melanjutkan nyantri di pondok pesantren Sidogiri Pasuruan yang diasuh oleh KH. Nawawi. Beliau wafat pada tanggal 19 Agustus 1971 saat mengantar istrinya berangkat haji dari Singapore.

Keempat adalah Syaikh Zainudin bin Abdullah, beliau lahir di Mekah pada tahun 1915 Masehi, dari pasangan KH. Muhammad Arsyad dan Nyai HJ. Fatmah. Beliau belajar di Madrasah Al Fakhiriyah dan Madrasah As Shaulathiyah. Guru beliau adalah: Syaikh Amin Al kutbi, Syaikh Umar Hamdan Al Mahrus, Syaikh Muhammad Bagir Al Jugjawi dan Sayyid Muhsin Al Musawa. Meski tinggal di Mekah namun beliau sering berkunjung ke Pasuruan dan Bawean.

 

Kelima, KH. Abdul Hamid Thabri, beliau lahir di desa Sidogedungbatu, Sangkapura, Bawean, pada tanggal 20 September 1899M. Ayahnya bernama KH. Nur bin Abdul Mathalib, beliau masih keturunan kerajaan Bone Sulawesi. Beliau mondok di pondok pesantren Wangu Pasuruan dan berguru kepada KH. Hasib, KH. Shaleh, KH. Abdul Hamid, dan KH. Muhammad. Pada tahun 1921-1925 beliau belajar di Mekah dan berguru kepada Syaikh Khalid bin Khalil. Selepas proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 beliau kembali ke Bawean dan mendirikan pondok pesantren Nurul Huda di dusun Pancor, desa Sidogedungbatu. Beliau wafat pada 25 april 1981.

Keenam, KH. Subhan bin KH. Rawi. Beliau lahir di desa Daun, Sangkapura, Bawean pada tahun 1913M. Di usia 14 tahun beliau berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Selama 3 tahun menuntut ilmu ke Mekah dan beliau menetap di Mekah selama 13 tahun. Guru-gurunya antara lain Syaikh Hasan Masad dan Syaikh Ali Al Maliki. Setelah itu beliau berkelana dari pondok ke pondok lainnya. Ditahun 1957, beliau kembali ke Bawean dan mengabdikan dirinya ke masyarakat dengan mendirikan pondok pesantren Darussalam di desa Daun. Beliau wafat pada tahun 1978M

Daftar Pustaka

Asnawi, Burhanuddin. 2015. Ulama Bawean dan Jejaring Keilmuan Nusantara Abad XIX – XX.  Bawean: Lembaga Bawean Cerdas (LBC).

Asnawi, Burhanuddin. 2015. “Ulama Bawean dan Jejaring Keilmuan Nusantara Abad XIX – XX”.

https://www.youtube.com/results?search_query=6+ulama+yang+berperan+aktif+di

+bawean pada 17 Oktober 2022 pukul 06.27

Asal - Usul Pulau Bawean