25 November 2022

Stabilitas Hukum Alam (Law of Polarity) Feminine dan Masculine Energy Perempuan dalam Konteks Relationship

oleh :Maulidiya Aulia Nurisma (Mahasiswi Prodi Sastra Inggris)

Baru-baru ini, sosial media diramaikan dengan pembahasan tentang  feminine energy dan masculine energy manusia yang berdampak pada hubungan percintaan.  Aspek masculine dan feminine energy mengacu pada energi yang ada di dalam diri kita dan di alam. Masculine dan feminine dilambangkan dengan simbol hitam dan putih  (yang dapat dikenali dari "Yin Yang") atau simbol Tai Chi yang berasal dari filosofi Tiongkok kuno. Simbol ini menjelaskan dua jenis energi dalam tubuh; Yin atau energi feminine dan Yang energi masculine.

Setiap manusia terlahir memiliki energi feminine dan energi masculine. Feminine dan masculine yang dikmaksud di sini bukan tentang gender maupun identitas, tetapi sebagai polaritas yang bersifat oposite atau kebalikan. Jika ada panas pasti ada dingin, jika ada kutub utara pasti ada kutub selatan, dan ada  feminine energy juga ada oposite nya yaitu masculine energy. Energi masculine (Yang) bersifat agresif, fokus untuk melakukan dan mencapai, serta dibentuk oleh logika dan nalar. Berbeda dengan energi masculine, energi feminin dibentuk oleh intuisi, bersifat pasif, berdasarkan apa adanya, berorientasi untuk menerima dan membiarkan. Kedua energi ini ada dalam diri manusia dengan komposisi yang berbeda sesuai dengan DNA, pengaruh lingkungan dan pola pikir seseorang. Pada umumnya, perempuan lebih dominan kepada energi feminin dibandingkan energi masculine. Sebaliknya, laki-laki lebih dominan kepada energi masculine dibandingkan energi feminin.

Dewasa ini, banyak orang yang memanipulasi perempuan untuk menjadi masculine energy. Hal ini ditunjukkan dengan adanya mindset bahwa perempuan harus berkompetisi dengan perempuan lain untuk mendapatkan hati laki-laki. Seakan jika perempuan tidak proaktif mendekati laki-laki maka dia akan kalah dengan perempuan lain. Pemikiran seperti ini, yang membuat peran perempuan dan laki-laki menjadi terbalik.

Akibat jika perempuan dominan masculine energy

Seperti uraian diatas, masculine energy bersifar agresif. Dalam konteks relationship, masculine energy ingin mendominasi relation tersebut, dimana hal ini biasa dilakukan oleh seorang laki-laki. Ketika perempuan lebih berani, lebih memberi effort, dan lebih mengontrol, seorang laki-laki akan merasa tidak dibutuhkan. Mengapa demikian? Karena laki-laki merasa perempuan sudah mandiri tanpa ia melakukan sesuatu untuk perempuan tersebut.

Akibat dari perempuan yang masculine energy adalah pertama, laki-laki menjadi beta male yang ketergantungan dengan kemandirian perempuan tersebut. Beta male cenderung tidak tegas dalam mengambil sebuah keputusan, tidak mampu memimpin, karena merasa ada perempuan (dominan masculine energy) yang dapat menyelesaikan persoalan dalam relationship tersebut. Kedua, semakin lama perempuan akan merasa lelah karena ia mengambil peran laki-laki dalam relation tersebut. Hal ini sudah tidak sinkron dengan hukum alam (law of polarity), dimana laki-laki yang lebih dominan masculine energy dibandingkan perempuan.

Lalu, apakah alpha woman itu tidak benar?

Alpha woman adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perempuan yang memiliki kemauan kuat, dominan, tegas, dan berkualitas dalam memimpin. Alpha woman diambil dari kata alpha, yaitu pemimpin yang mampu menggerakan orang lain, dan woman yang berarti wanita.

Alpha woman sangat positif, dimana sifat tegas dan personality kuat yang dimiliki alpha woman membuat ia tidak dapat diremehkan oleh laki-laki manapun. Tetapi alpha woman harus bisa swich atau beralih ke feminin energy ketika berada dalam relationship. Tidak salah jika seorang perempuan memiliki masculine energy, tetapi harus balance (seimbang) dengan feminin energy yang sudah menjadi kodrat seorang perempuan. Tidak salah jika seorang perempuan bersifat mandiri, tetapi bukan beaerti ia harus mengerjakan semuanya sendirian tanpa melibatkan orang lain terutama partner atau pasangan.

Pendapat tentang pentingnya feminin dan masculine energy perempuan yang seimbang (balance) dalam sebuah relationship

Menurut saya, dalam suatu relationship perempuan umumnya lebih dominan feminine energy. Karena perempuan dominan feminine energy, bukan berarti perempuan harus bersifat pasif (hanya menunggu). Perempuan juga perlu masculine energy untuk memberikan inisiatif kepada seorang laki-laki (partnernya). Namun, perempuan yang masculine energy-nya berlebihan juga tidak baik untuk dirinya dan pasangannya. Hal ini berarti, feminin dan masculine energy harus atau seimbang, agar menumbuhkan harmonisasi dalam ranah batin.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.orami.co.id/magazine/alpha-female

Stabilitas Hukum Alam (Law of Polarity) Feminine dan Masculine Energy Perempuan dalam Konteks Relationship